Kamis, 29 Oktober 2015

PERILAKU KONSUMEN 2



1.     DEFINISI SIKAP KONSUMEN
Sikap merupakan kecenderungan yang dipelajari, ini berarti bahwa sikap yang berkaitan dengan perilaku membeli terbentuk sebagai hasil dari pengalaman langsung mengenai produk, informasi secara lisan yang diperoleh dari orang lain atau terpapar oleh iklan di media masa, internet dan berbagai bentuk pemasaran langsung. Sikap mungkin dihasilkan dari perilaku tetapi sikap tidak sama dengan perilaku. Sikap dapat mendorong konsumen kearah perilaku tertentu atau menarik konsumen dari perilaku tertentu.
Menurut Gordon Allpor dalam Hartono Sastro wijoyo(2005), Sikap adalah Mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan pada suatu obyek baik disenangi maupun tidak disenangi secara konsisten.
2.     FUNGSI-FUNGSI SIKAP
Daniel Kazt mengklasifikasikan empat  fungsi sikap yaitu :
Fungsi Utilitarian. Merupakan fungsi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan dan hukuman. Disini konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk atas dasar apakah suatu produk memberikan kepuasan atau kekecewaan. Jika seseorang menyukai suatu produk apakah dia akan mengembangkan sebuah sikap positif terhadap produk tersebut.
Fungsi Ekspresi Nilai. Konsumen mengembangkan sikap terhadap suatu produk bukan didasarkan atas manfaat produk itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuan merek produk itu mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya.
Fungsi Mempertahankan Ego. Sikap yang dikembangkan oleh konsumen cenderung untuk melindunginya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego.
Fungsi Pengetahuan. Melalui sikap yang ditunjukkan akan dapat diketahui bahwa dirinya memiliki pengetahuan yang cukup, yang banyak atau tidak tahu sama sekali mengenai objek sikap. Fungsi pengetahuan dapat membantu konsumen mengurangi ketidakpastian dan kebingungan dalam memilah-milah informasi yang relevan dan tidak relevan dengan kebutuhannya.
 3.     TIGA KOMPONEN SIKAP
Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :
Kognitif (cognitive). Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
Afektif (affective). Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
Konatif (conative). Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo ,1997).
 4.     HUBUNGAN ANTARA SIKAP DAN PERILAKU
Sikap dan perilaku sering dikatakan berkaitan erat, dan hasil penelitian juga memperlihatkan adanya hubungan yang kuat antara sikap dan perilaku. Salah satu teori yang bias menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen. Menurut mereka, antara sikap dan perilaku terdapat satu faktor psikologis yang harus ada agar keduanya konsisten, yaitu niat (intention). Worchel dan Cooper (1983) menyimpulkan sikap dan perilaku bias konsisten apabila ada kondisi sebagai berikut:
Spesifikasi sikap dan perilaku
Relevansi sikap terhadap perilaku
Tekanan normatif
Pengalaman.
5.     MEMPREDIKSI PERILAKU DENGAN SIKAP
Terdapat enam faktor yang mempengaruhi kemampuan sikap dalam memprediksi perilaku, antara lain:
Tingkat Keterlibatan Konsumen. Jika tingkat keterlibatan konsumen terhadap suatu obyek sikap tinggi (misalnya produk), maka perilakunya cenderung akan sesuai dengan sikapnya yang cenderung kuat.
Pengukuran sikap. Jika pengukuran sikap valid dan reliabel dan mempunyai tingkat abstraksi yang sama dengan pengukuran perilaku serta dalam waktu yang relatif dekat atau bersamaan waktunya, maka sikap dapat digunakan untuk memprediksi perilaku.
Pengaruh orang lain. Orang lain yang mempunyai pengaruh kuat dalam kondisi tertentu dapat mempengaruhi sebuah sikap yang negatif menghasilkan perilaku yang positif. Contoh seorang anak tidak suka pada produk pakaian merek A, namun karena orang tua atau kakaknya mempengaruhinya untuk memlih dan membeli merek B, maka meskipun sikapnya positif terhadap merek A, namun perilakunya tidak positif.
Faktor situasional. Kondisi yang mendesak dan situasi yang tidak mendukung (dalam kondisi berduka /sakit maupun gembira) seringkali menyebabkan sikap tidak dapat digunakan untuk memprediksi perilaku.
Pengaruh merek lain. Merek lain yang lebih unggul dalam memberikan manfaat yang diharapkan seringkali mempengaruhi hubungan sikap dengan perilaku.  Konsumen bisa memilih merek lain karena setelah dipilih dan dirasakan ternyata sesuai dengan yang diharapkan konsumen.
Kekuatan sikap. Sikap dapat digunakan untuk memprediksi perilaku, ketika sikap tersebut sangat kuat ada pada konsumen.
Motivasi adalah dorongan dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan.
Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis; kebutuhan tersebut muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman. Kebutuhan yang lain bersifat psikogenis; kebutuhan itu muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok. Kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hingga mencapai level intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan cukup mampu mendorong seseorang bertindak dan mengambil keputusan
 Macam – macam motivasi :
Motivasi Positif , menyangkut kebutuhan (needs), keinginan (wants) atau hasrat
         Contoh : diskon, hadiah, pelayanan optimum
Motivasi Negatif , misalnya : ketakutan (fears), dan keengganan (aversion)
         Contoh : Standar pembelian dalam jangka/batas waktu tertentu
Keduanya mempunyai fungsi yang sama dalam mendorong dan mempertahankan prilaku manusia. Maka orang menyebut keduanya : needs, wants, dan desires.

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen

Menurut phillip Kotler (2003:202) perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor, diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor budaya
Budaya, sub budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. Anak-anak yang sedang tumbuh akan mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya. Contonhya pada anak-anak yang dibesarkan di Amerika Serikat sangat terpengaruh dengan nilai-nilai sebagai berikut: prestasi, aktivitas, efisiensi, kemajuan, kenikmatan materi, individualisme, kebebasan, humanisme, dan berjiwa muda.
Masing-masing subbudaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya seperti kebangsaan, agama, kelompok, ras, dan wilayah geografis.
Pada dasaranya dalam sebuah tatanan kehidupan dalam bermasyarakat terdapat sebuah tingkatan (strata) sosial. Tingkatan sosial tersebut dapat berbentuk sebuah sistem kasta yang mencerminkan sebuah kelas sosial yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hirarkis dan para anggotanya menganut nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan, perilaku dalam berbusana, cara bicara, rekreasi dan lain-lainya.
2. Faktor Sosial
Selain faktor budaya, perilaku pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial diantarannya sebagai berikut:
a. Kelompok acuan
Kelompok acuan dalam perilaku pembelian konsumen dapat diartikan sebagai kelompok yang yang dapat memberikan pengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang tersebut. Kelompok ini biasanya disebut dengan kelompok keanggotaan, yaitu sebuah kelompok yang dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap seseorang. Adapun anggota kelompok ini biasanya merupakan anggota dari kelompok  primer seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja yang berinteraksi dengan secara langsung dan terus menerus dalam keadaan yang informal. Tidak hanya kelompok primer, kelompok sekunder yang biasanya terdiri dari kelompok keagamaan, profesi dan asosiasi perdagangan juga dapat disebut sebagai kelompok keanggotaan.
b. Keluarga
Dalam sebuah organisasi pembelian konsumen, keluarga dibedakan menjadi dua bagian. Pertama keluarga yang dikenal dengan istilah keluarg orientas. Keluarga jenis ini terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang yang dapat memberikan orientasi agam, politik dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Kedua, keluarga yang terdiri dari pasangan dan jumlah anak yang dimiliki seseorang. Keluarga jenis ini biasa dikenal dengan keluarga prokreasi.
c. Peran dan status
Hal selanjutnya yang dapat menjadi faktor sosial yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian seseorang adalah peran dan status mereka di dalam masyarakat. Semakin tinggi peran seseorang didalam sebuah organisasi maka akan semakin tinggi pula status mereka dalam organisasi tersebut dan secara langsung dapat berdampak pada perilaku pembeliannya. Contoh seorang direktur di sebuah perusahaan tentunya memiliki status yang lebih tinggi dibandingkan dengan seorang supervisor, begitu pula dalam perilaku pembeliannya. Tentunya, seorang direktur perusahaan akan melakukan pembelian terhadap merek-merek yang berharga lebih mahal dibandingkan dengan merek lainnya.
3. Pribadi
Keputusan pembelian juga dapat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi diantaranya usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep-diri pembeli.
a. Usia dan siklus hidup keluarga
Orang membeli barang dan jasa yang berbeda-beda sepanjang hidupnya yang dimana setiap kegiatan konsumsi ini dipengaruhi oleh siklus hidup keluarga
b. Pekerjaan dan lingkungan ekonomi
Pekerjaan dan lingkungan ekonomi seseorang dapat mempengaruhi pola konsumsinya. Cotohnya, direktur perusahaan akan membeli pakaian yang mahal, perjalanan dengan pesawat udara, keanggotaan di klub khusus, dan membeli mobil mewah. Selain itu, biasanya pemilihan produk juga dilakukan berdasarkan oleh keadaan ekonomi seseorang seperti besaran penghasilan yang dimiliki, jumlah tabungan, utang dan sikap terhadap belanja atau menabung.
c. Gaya hidup
Gaya hidup dapat di artikan sebagai sebuah pola hidup seseorang yang  terungkap dalam aktivitas, minat dan opininya yang terbentuk melalui sebuah kelas sosial, dan pekerjaan. Tetapi, kelas sosial dan pekerjaan yang sama tidak menjamin munculnya sebuah gaya hidup yang sama. Melihat hal ini sebagai sebuah peluang dalam kegiatan pemasaran, banyak pemasar yang mengarahkan merek mereka kepada gaya hidup seseorang. Contohnya, perusahaan telepon seluler berbagai merek berlomba-lomba menjadikan produknya sesuai dengan berbagai gaya hidup remaja yang modern dan dinamis seperti munculnya telepon selular dengan fitur multimedia yang ditujukan untuk kalangan muda yang kegiatan tidak dapat lepas dari berbagai hal multimedia seperti aplikasi pemutar suara, video, kamera dan sebagainya. Atau kalangan bisnis yang menginginkan telepon selular yang dapat menujang berbagai kegiatan bisnis mereka.
d. Kepribadian
Setiap orang memiliki berbagai macam karateristik kepribadian yang bebeda-beda yang dapat mempengaruhi aktivitas kegiatan pembeliannya. Kepribadian merupakan ciri bawaan psikologis manusia yang berbeda yang menghasilkan sebuah tanggapan relatif konsiten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya. Kepribadian biasanya digambarkan dengan menggunakan ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri dan kemapuan beradaptsi (Harold H kasarjian 1981:160). Kepribadian dapat menjadi variabel yang sangat berguna dalam  menganalisis pilihan merek konsumen. Hal ini disebakan karena beberapa kalangan konsumen akan memilih merek yang cocok dengan kepribadiannya.
4. Psikologis
Terakhir, faktor yang dapat mempengaruhi  keputusan pembelian konsumen adalah faktor psikologis. Faktor ini dipengaruhi oleh empat faktor utama diantaranya sebagai berikut:
a. Motivasi
Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu-waktu tertentu. Beberapa dari kebutuhan tersebut ada yang muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus, dan rasa ketidaknyamanan. Sedangkan beberapa kebutuhan yang lainnya dapat bersifat psikogenesis;yaitu kebutuhan yang berasal dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan atau rasa keanggotaan kelompok. Ketika seseorang mengamati sebuah merek, ia akan bereaksi tidak hanya pada kemampuan nyata yang terlihat pada merek tersebut, melainkan juga melihat petunjuk lain yang samar seperti wujud, ukuran, berat, bahan, warna dan nama merek tersebut yang memacu arah pemikiran dan emosi tertentu.
Banyak riset yang telah dilakukan peneliti dalam menghubungkan motivasi seseorang dalam kegiatan pembelian produk tertentu seperti yang dipelopori oleh Ernest Dichter (Kotler 2003:215), yang dimana risetnya telah menghasilkan hipotesis sebagai berikut:
·         Konsumen menolak buah prem karena buah prem terlihat keriput dan mengingatkan mereka pada orang berusia lanjut.
·         Pria menghisap cerutu sebagai versi dewasa dari kebiasaan menghisap ibu jari di masa anak-anak.
·         Wanita lebih menyukai lemek nabati daripada hewani karena dapat menimbulkan rasa bersalah karena telah membunuh binatang.
·         Wanita yang tidak yakin dengan adonan kue jika adonan tersebut tidak amemerlukan tambahan telur, karen adonan tersebut membantu mereka merasa bahwa sedang “melahirkan”.
Selain riset dari Ernest diatas, Jeans Callibout menidentifikasikan motivasi-motivasi yang berbeda-beda yang dapat dipuaskan oleh suatu produk. Contohnya, wiski dapat memenuhi kegiatan relaksasi sosial, status, atau kesenangan sehingga merek wiski perlu diposisikan pada salah satu daya tarik tersebut.
Frederick Herzerberg mengembangkan teori dua-faktor yang membedakan dissastifier (faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan) dan satisfier (faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan) yang dapat memotivasi kegiatan pembelian konsumen. Ia mencotohkan dalam kegiatan pembelian komputer yang dimana tidak adanya garansi dapat menjadi faktor dissaatisfier tetapi adanya garansi juga tidak menjadi pemuas atau motivator pembelian, karena garansi bukan merupakan sumber kepuasan instrinsik komputer. Melainkan kemudahan  penggunaanlah yang dapat menjadi satisfier yang dapat memotivasi kegiatan pembelian.
b. Persepsi
Seseorang yang termotivasi siap untuk segera melakukan tindakan. Bagaimana tindakan seseorang  yang termotivasi akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi dapat diartikan sebagai sebuah proses yang digunkan individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan sebuah gambaran (Bernard Barelson, dalam Kotler 2003:217). Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.
Setiap persepsi konsumen terhadap sebuah produk atau merek yang sama dalam benak setiap konsumen berbeda-beda karena adanya tiga proses persepsi yaitu:
Perhatian selektif
Perhatian selektif dapat diartikan sebagai proses penyaringan atas berbagai informasi yang didapat oleh konsumen. Dalam hal ini para pemasar harus bekerja keras dalam rangka menarik perhatian konsumen dan memberikan sebuah rangsangan nama yang akan diperhatikan orang. Hal ini disebabkan karena orang lebih cenderung memperhatikan rangsangan yang berhubungan dengan kebutuhnnya saat ini, memperhatikan rangsangan yang mereka antisipasi dan lebih memerhatikan rangsangan yang memiliki deviasi besar terhadapa ukuran rangsangan normal seperti, orang cenderung akan memperhatikan iklan yang menawarkan potongan dan bonus sebesar rp.100.000 ketimbang iklan komputer yang hanya memberikan bonus atau potongan yang bernilai rp.50.000
Distorsi Selektif
Distorsi selektif merupakan proses pembentukan persepsi yang dimana pemasar tidak dapat berbuat banyak terhadap distorsi tersebut. Hal ini karena distorsi selektif merupakan kecenderungan orang untuk mengubah informasi menjadi bermakna pribadi dan menginterpretasikan informasi yang didapat dengan cara yang akan mendukung pra konsepsi konsumen.
Ingatan Selektif
Orang akan banya melupakan banyak hal yang merek pelajari namun cenderung akan senantiasa mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif, kita cenderung akan mengingat hal-hal baik yang yang disebutkan tentang produk yang kita sukai dan melupakan hal-hal baik yang disbutkan tentang produk yang bersaing.
c. Pembelajaran
Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Banyak ahli pemasaran yang yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak, tanggapan dan penguatan. Teori pembelajaran mengajarkan kepada para pemasar bahwa mereka dapat membangung permintaan atas suatu produk dengan mengaitkan pada pendorongnya yang kuat, menggunakan isyarat yang memberikan motivasi, dan memberikan penguatan positif karena pada dasarnya konsumen akan melakukan generalisasi terhadap suatu merek. Cotohnya, konsumen yang pernah membeli komputer merek IBM yang mendapatkan pengalaman menyenangkan dan persepsi yang positif akan mengasumsikan bahwa merek IBM merupakan merek komputer yang terbaik, ketika konsumen akan membeli printer merek IBM mungkin konsumen juga berasumsi hal yang sama bahwa IBM menghasilkan printer yang baik.
d. Keyakinan dan Sikap
Melalui betindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya kemudian mempengaruhi perilaku pembelian konsumen . Keyakinan dapat diartikan sebgai gambaran pemikiran seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan orang tentang produk atau merek akan mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Contohnya studi tentang keyakinan merek yang menemukan bahwa konsumen sama-sama menyukai Diet Coke dan Diet Pepsi ketika mencicipi keduanya dalam tanpa merek. Tetapi, ketika mencicipi Diet yang diberi tahu mereknya, konsumen memilih diet Coke 65% dan Diet Pepsi 23%. Dalam contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa keyakinan akan merek dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.
Selain keyakinan, sikap merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. Sikap adalah evaluasi, perasaan emosi, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama pada seseorang terhadap suatu objek atau gagasan tertentu.(David Kreh, dalam Kotler 2003:219).
https://wantosakti.wordpress.com/2013/11/19/sikap-konsumen/